Last Updated on September 26, 2022 by
Di zaman sekarang ini, dimana perusahaan startup sedang berkembang dengan pesatnya, tentunya ide merupakan hal yang penting.
Oleh karena itu, proses validasi ide harus dilakukan sebaik mungkin dalam perusahaan startup. Dikarenakan melalui ide suatu permasalahan dalam masyarakat dapat diselesaikan.
Lalu bagaimanakah proses validasi ide dalam perusahaan startup itu sendiri? Berikut ini pembahasannya!
Daftar Isi
Validasi Ide Perusahaan Startup
Dalam salah satu rangkaian mentoring program akselerasi DS Launchpad 2.0 bersama dengan Amazon Web Service (AWS), mereka membahas idea validation, yang menghadirkan Pandu Sjahrir, Managing Partner of Indies Capital Partners dan Wilson Cuaca, Co-Founder of East Ventures.
Program DS Launchpad 2.0 sendiri merupakan program yang banyak membantu sekaligus meng-support startup lokal dalam mengakselerasi bisnis mereka. Program ini juga memfasilitasi para calon founders untuk mempelajari prinsip-prinsip yang dibutuhkan dalam membangun startup.
Banyak kegiatan yang dilakukan program ini, mulai dari webinar, mentoring, hingga kompetisi antar para calon founders.
Banyak juga topik yang mereka bahas, mulai dari business model hingga idea validation.
Seperti apakah validasi ide menurut Pandu Sjahrir dan Wilson Cuaca dalam program akselerasi DS Launchpad 2.0 itu?
Berikut ini pembahasannya!
Langkah-Langkah Mem-Validasi Ide Perusahaan Startup
Langkah-langkah mem-validasi ide perusahaan startup menurut Pandu Sjahrir dan Wilson Cuaca dalam rangkaian mentoring program akselerasi DS Launchpad 2.0 yang berkolaborasi dengan Amazon Web Service adalah sebagai berikut.
First Step : Pastikan Problem Statement
Hal-hal yang harus dilakukan oleh para calon founders perusahaan startup dalam mem-validasi ide adalah sebagai berikut.
- Pastikan problem yang harus diselesaikan oleh suatu ide;
- Break down apa yang harus diketahui dan dilakukan untuk merealiasikan.
Pastikan Problem yang Harus Diselesaikan
Untuk melakukan idea validation, harus tahu dulu apa yang mau di-address, isunya apa. Kemudian pastikan berapa besar market-nya dan apa yang membuat seseorang ingin menggunakan suatu produk, papar Pandu Sjahrir.
Proses penentuan problem statement berguna untuk membantu calon founders melihat beberapa hal, seperti:
- Apakah suatu ide akan berguna di masyarakat;
- Apakah suatu ide dapat meningkatkan efisiensi pada suatu sistem;
- Melakukan pembentukan produk di awal untuk menemukan perbedaan dengan para produk kompetitor lainnya;
- Bahan untuk meyakinkan para investor terhadap
Melakukan validasi dulu terhadap problem adalah hal yang penting dikarenakan seorang calon founder menggunakan dana pihak ketiga, bukan dana sendiri. Sementara pihak ketiga akan selalu meminta (mempertanyakan) apa yang membuat seorang calon founder convince (yakin) dengan hipotesis bisnisnya, diluar sebuah presentasi yang bagus, tambah Pandu Sjahrir.
Second Step : Berinteraksi dengan Konsumen untuk Mendapatkan Feedback selama Validasi
Dalam melakukan validasi ide seorang calon founder perlu berinteraksi dengan para calon konsumen.
Manfaat yang didapatkan dari berinteraksi dengan calon konsumen, adalah
- Dapat menjadi acuan untuk iterasi berikutnya sehingga ide tersebut benar-benar dapat menyelesaikan problem yang dimiliki oleh konsumen;
- Mengetahui apakah produk yang dimiliki dapat diterima atau tidak oleh pasar.
Menjadi Acuan untuk Iterasi Berikutnya
Tentukan problem-nya. Bangun produknya. Cocokkan apakah problem tersebut bisa diselesaikan.
Kemudian terus bicara ke banyak orang. Dapatkan feedback. Cocokkan lagi. Benar tidak problem-nya selesai. Jadi ada banyak trial and error. Namun sebelumnya problem statement itu harus jelas sekali.
Begitulah yang dipaparkan oleh Winston Cuaca.
Mengetahui Apakah Produk yang Dimiliki Dapat Diterima atau Tidak oleh Pasar
Tanya ke calon customer apakah problem yang dimiliki bisa diselesaikan dengan baik. Itu baru ide dan validasi pertama yaitu sebuah product-market fit (produk yang cocok dengan pasar), papar Wilson Cuaca, belum bicara tentang monetisasi dan lainnya.
Berinteraksi dengan pengguna untuk mendapatkan feedback dapat menghindarkan seorang calon founder dari founder bias, membuat calon founder tersebut merasa bahwa idenya yang terbaik, terhebat, dan tidak ada founder lain yang dapat meniru idenya.
Bisa saja seorang calon founder memiliki ide yang sama dengan calon founder lainnya. Tetapi bagaimana ide tersebut dieksekusi dan siapa yang mengeksekusi-nya adalah hal yang membedakannya.
Hal buruk terkait idenya sebaiknya juga didengarkan oleh seorang calon founder, agar dapat melakukan iterasi dengan jauh lebih baik lagi.
Dan ini merupakan kesalahan terbesar yang banyak dilakukan oleh calon founder, tegas Pandu Sjahrir.
Kesalahan terbesar seorang calon founder adalah tidak mau mendengarkan orang juga customer-nya, tegasnya.
Third Step : Eksekusi sebagai Bagian dari Langkah Awal Mem-Validasi Ide
Proses validasi ide tidak berhenti sampai disitu saja. Hal penting lainnya yang harus dilakukan oleh calon founder dalam proses validasi ide adalah mengeksekusi ide tersebut.
Bahkan dapat dikatakan bahwa proses ini merupakan ‘langkah awal’ dalam validasi ide.
Seperti yang dipaparkan Wilson Cuaca. Jadi langkah pertama dari semua itu (proses validasi ide), pada dasarnya, adalah mengeksekusi ide, jangan merasa ide tersebut adalah ide yang terbaik.
Validasi terus, jika bisa punya ide banyak tapi tidak bisa dieksekusi, untuk apa, tambah Panji Sjahrir.
Hasil yang kurang memuaskan atau tidak sesuai ekspektasi adalah hal yang mungkin muncul ketika melakukan eksekusi.
Tetapi, masing-masing calon founder dapat melihat apa yang perlu diperbaiki dan di-iterasi dari ide startup-nya melalui kekurangan dan kegagalan yang dialami.
Tidak ada eksekusi yang seratus persen baik, yang ada hanya eksekusi yang efisien, tepat sasaran, pada waktu yang tepat, tempat yang tepat, problem yang tepat, juga mendapatkan feedback yang baik dari user.
Feedback itu digunakan untuk (selanjutnya) dapat melakukan eksekusi yang lebih baik lagi, ujar Wilson.
Manfaat Mengeksekusi Ide
Eksekusi adalah hal yang krusial sebagai bagian dari proses melakukan validasi ide.
Semakin cepat seseorang melakukan eksekusi, semakin cepat juga ia belajar untuk melakukan perbaikan di masa depan.
Semakin menunggu, semakin seseorang telat dibanding yang lain.
Dengan semakin cepat mengerjakannya, bukan hanya mendapatkan first mover advantage saja, namun bisa juga belajar dengan lebih cepat dibandingkan orang lain yang mengeksekusinya di kemudian hari, tegas Wilson Cuaca.
Memiliki ide bisnis yang tervalidasi dengan baik dapat menjadi bekal yang bagus bagi sebuah startup dalam menjalankan bisnisnya.
Namun, tanpa di-eksekusi dengan business model yang tepat ide bisnis tersebut akan menjadi sia-sia.
Seperti apakah business model tersebut?
Berikut penjelasannya!
Business Model Startup
Bagaimana suatu startup dapat mengoperasikan juga menghasilkan value dan revenue bagi bisnis-nya dijelaskan dalam business model.
Dan untuk menciptakan business model bukanlah hal yang mudah.
Tidak hanya perlu memikirkan solusi yang tepat, tetapi bagaimana solusi tersebut dapat menghasilkan penghasilan bagi bisnisnya adalah hal yang juga harus dilakukan oleh calon founder.
Demi mencapai hal tersebut, calon founder harus dapat bereksperimen untuk menemukan komposisi business model yang tepat.
Business model juga menjadi topik yang dibahas oleh DSLaunchpad 2.0, berkolaborasi dengan AWS atau Amazon Web Service.
Adapun pakar bisnis yang dihadirkan adalah Edy Sulistyo, CEO of Go-Play, Markus Liman Rahardja, Vice President of Investor Relation & Strategy BRI Ventures, dan Steve Patuwo, Business Development Manager of AWS.
Business Model Canvas (BMC)
Kerangka business model yang banyak digunakan oleh para calon founder adalah Business Model Canvas (BMC).
Business Model Canvas (BMC) adalah sebuah manajemen strategi dan lean startup template yang berguna untuk mengembangkan dokumen business models yang ada atau yang baru.
Kanvas ini adalah sebuah visual chart dengan elemen-elemen yang menggambarkan sebuah perusahaan atau proporsi product value, infrastruktur, customers dan keuangan. Kanvas ini membantu perusahaan dalam hal pelurusan aktivitas mereka dengan mengilustrasikan potential trade-offs (perdagangan keluar yang berpotensi).
Banyak manfaat yang dapat diberikan oleh kanvas yang pada awalnya diusulkan oleh Alexander Osterwalder di tahun 2005 ini, untuk sebuah startup.
Sebuah startup dapat menyusun, memvisualisasikan, serta menjelaskan elemen-elemen bisnis yang saling memiliki keterkaitan.
Business model itu menunjukkan kemampuan para startup berelasi dengan customer dan juga bagaimana startup tersebut mendatangkan pendapatan, tegas Markus Liman Rahardja, Vice Presedent of Investor Relation & Strategy BRI Ventures.
Terdapat sembilan elemen Business Model Canvas (BMC) yaitu: Key Activities, Key Partners, Key Resources, Channels, Value Proportion, Customer Segments, Customer Relationships, Revenue Streams, dan yang terakhir Cost Structure.
Struktur ini memugkinkan seseorang untuk, secara mendasar, dapat mengemukakan elemen-elemen yang dibutuhkan untuk mengoperasikan bisnis startup-nya. Elemen-elemen inilah yang harus diperhatikan sebelum seseorang mengeksekusi startup-nya, papar Steve Patuwo terkait penggunaan Business Model Canvas (BMC).
Selain itu, kanvas ini juga dapat menunjukkan kekuatan yang dapat dimanfaatkan, juga kekurangan yang perlu diperbaiki oleh sebuah startup.
Seorang calon founder juga terbantu dalam hal mengembangkan ide atau membuat business model baru melalui kanvas ini.
Validasi Business Model Canvas (BMC)
Bukan hanya ide saja yang harus divalidasi oleh para calon founder startup, tetapi juga business model-nya.
Business model itu sebenarnya harus divalidasi juga, tidak bisa asal diasumsi hanya karena seorang kompetitor melakukan itu, kemudian bisa melakukan itu juga, belum tentu juga, papar Edy Sulistyo.
Pada awalnya, mungkin seorang calon founder startup perlu melakukan eksperimen untuk berhasil menemukan formula yang tepat terkait ide dan business model startup-nya.
Pada proses ini, penting bagi seorang calon founder startup untuk melibatkan pengguna secara langsung, untuk mengetahui apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh pengguna ketika mereka menggunakan produk yang dimiliki oleh calon founder startup.
Mencoba untuk memahami customer secara langsung adalah bagaimana kita mengotori tangan kita, coba untuk pahami apa yang benar-benar dibutuhkan atau problem apa yang mereka miliki daripada apa yang kita pikirkan mereka punya problem, papar Edy Sulistyo, CEO of Go-Play.
Edy memaparkan, terkait validasi ide dan business model, salah satu faktor yang dapat dilihat apabila masalah yang disasar benar-benar ada dan dirasakan oleh pengguna adalah adanya pengguna yang mau membayar untuk produk atau pun jasa yang diciptakan oleh startup.
Jika customer sebenarnya bersedia untuk membayar, berarti terdapat sebuah masalah (a real problem), tegas Edy.
Seperti Apa Bussines Model yang Baik untuk Startup?
Seperti apa business model yang baik untuk startup?
Steve Patuwo, Business Development Manager of Amazon Web Service, memaparkan apabila business model tersebut selaras dengan apa yang ingin dicapai oleh para founders startup.
The one that is true to your heart, what you really want to solve, what you passionate about, jelasnya.
Tidak ada business model yang salah atau benar, tapi apakah business model tersebut tepat atau tidak untuk sebuah startup, papar Edy.
Baginya, business model terbaik adalah yang dapat memberikan keuntungan bagi setiap pihak yang terlibat.
Namun sebetulnya, business model yang baik itu, pastinya customer berasa happy. Tidak ada business model yang benar atau salah. Dari bisnis kita customer bersedia untuk membayar, dan di waktu yang sama pasar juga bertumbuh, saya pikir itu adalah business model terbaik, everybody win-win, papar Edy lagi.
Sementara dari sudut pandang investor, Markus menilai business model yang baik adalah business model yang dapat dilihat dari sudut pandang profitabilitas-nya.
Hal ini dapat menjadi indikator apakah sebuah startup dikatakan gagal atau tidak, bukan dari apakah startup tersebut dapat menghadirkan produk atau tidak, ujar Markus.
Startup yang tidak berhasil menciptakan sebuah produk bukanlah startup yang gagal, tetapi startup yang tidak bisa menciptakan business model yang baik untuk mencapai profitability. Jadi perlu dipikirkan masak-masak sebelum mempersiapkan sebuah startup kepada customer, papar Markus.
Closure
Membuat business model memang merupakan hal yang menantang bagi para founder baru. Namun, apabila seorang founder dapat menyusun dan menjelaskan business model yang dimiliki dengan baik, tidak hanya akan berguna untuk perkembangan perusahaan, tetapi juga dapat menarik hati para investor saat melihat startup-nya.
Validasi ide dalam perusahaan startup memiliki banyak manfaat. Para calon founders dapat segera mengidentifikasi masalah sekaligus menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Melalui hal tersebut, dapat terjadi monetisasi ide sehingga sebuah startup dapat berkembang.Dan lagi banyak orang yang akan terbantu melalui ide tersebut.
Semakin ide yang diciptakan dapat membantu banyak orang, semakin sebuah startup dapat di-monetisasikan.
Demikian informasi mengenai validasi ide dalam sebuah perusahaan startup. Yang tentunya dapat memberikan manfaat untuk Anda yang ingin memulai perusahaan startup.
Terima kasih sudah mengikuti artikel edisi kali ini sampai di sini, ya. Sampai jumpa di pembahasan menarik dan bermanfaat lainnya dari Markey!
Jasa Pembuatan Aplikasi, Website dan Internet Marketing | PT APPKEY
PT APPKEY adalah perusahaan IT yang khusus membuat aplikasi Android, iOS dan mengembangkan sistem website. Kami juga memiliki pengetahuan dan wawasan dalam menjalankan pemasaran online sehingga diharapkan dapat membantu menyelesaikan permasalahan Anda.